test test

Wednesday, September 26, 2007

:( and :)

Oh well, hari ini saya sudah lumayan bete gara-gara pasien konser yang janji bakal datang jam 10 baru muncul di kantor pos jam 11. Munculnya sih sesuai tempat perjanjian : di kantor pos. Tapi dia telah menyia-nyiakan satu-jam-ku-yang-berharga itu buat mejeng di kantor pos sambil berspekulasi apa dia bakal dateng-enggak-dateng-apa enggak. Haizzzzzz.... Thanks banget buat pacar saya yang di sela-sela klinik prostonya dia menyempatkan diri untuk menengok keadaan saya yang sudah drop drastis gara-gara nungguin pasien konser satu itu...

Btw, tadi pagi pas saya ngambil kotak model kerja ortho saya, tahu-tahu di atasnya ada tulisan dari papa saya. Isinya doa buat saya. So sweet...thanks a lot papa. I love you so much. Semoga pacar saya bisa perhatian kayak papa...
Thanks a lot mama, selalu mendengarkan curhat saya setiap habis klinik. Walaupun mama pernah bilang nggak ngerti sama istilah-istilah yang saya omongin, mama tetep dengerin curhat saya ditambah doa agar saya nggak gampang stress.

I love you all...

Monday, September 24, 2007

3 from 7

Tuhan memang adil. Diciptakan-Nya 7 hari dalam seminggu dan hanya 3 hari yang dipakai klinik. Walaupun klinik-klinik itu cukup membebani pikiran dan menguras tenaga, membuat badan saya yang hanya terdiri dari tulang, air, dan 2% daging ini makin kurus dan lain sebagainya, setidaknya saya masih memiliki ~yeah~ semangat.

Dulu pas SMA saya paling benci dikejar-kejar. Dikejar deadline bikin majalah sekolah, dikejar waktu ujian yang makin mepet, dikejar cowok terang-terangan juga bikin saya sebel, kayak orang punya utang aja... Singkat kata, saya nggak suka acara kejar-mengejar.

Siapa yang nyangka, kuliah ini tetep isinya kejar-kejaran. Dikejar waktu, dikejar requirement, ngejar pasien, ngejar dosen. Hufff~ Hope that I can survive then... ^^ wish me luck, wish me luck...

Friday, September 21, 2007

oh mbuletnya....

Dulu saya nggak menghargai nikmatnya kuliah. Sekarang saya baru ngerasain sendiri. Masih jauh lebih enak duduk manis sambil terkantuk-kantuk di ruang kuliah daripada memompa adrenalin di klinik.

Kecuali kalau :
1. Akses AC di klinik sudah merata.
2. Instruktur yang kooperatif. Yayaya, bukan nggak mungkin terbentuk antrean mengular naga di depan kubikel instruktur karena yang ditunggu sedang sibuk.... ngobrol ~no heart feeling~
3. Perenovasian kubikel dengan unit-unit uzur yang sudah layak dimuseumkan.
4. Dihapuskannya mbuletisasi pendaftaran pasien di kampus. Memang sih pada akhirnya saya terbiasa mendaftarkan pasien di loket, nunggu lama di kamar terima, masih harus nunggu lama lagi di emergency ~entah mengapa, budaya ngobrol sangat mendarah daging di negara ini~, baru pasien bisa dikerjakan. Tapi pasien saya ~yang notabene baru pertama kali datang ke klinik untuk dirawat~ kan jadi bingung... Mau nambal gigi aja mesti muter-muter kesana kemari dulu, nunggunya pake lama, lagi ! Pasien saya sih saya kasih pengertian : "Memang gitu mbak / mas... prosedurnya di kampus ya gini ini..."
Tapi kalau pasien itu bukan pasiennya mahasiswa ? Baru ngantre di depan kamar terima aja, paling dia udah kapok-kapok... Apalagi kalau mahasiswa yang nangani di kamar terima rada-rada hah-hoh. Makin kapok lah dia... Belum lagi di emergency kalau masih harus nunggu lama. Nah, udah berapa kapoknya ? Trus sama bapak di emergency pasti ditanyain : "Mau dirawat mahasiswa atau spesialis ?" diiringi tatapan mata sejumlah mahasiswa yang lagi butuh pasien mengelilingi kubikel emergency. Kapok ? Kayaknya sih iya... dan ketakutan pastinya. Akhirnya seandainya mau dirawat mahasiswa pun, ujung-ujungnya dia nggak kooperatif. Maunya pasti cepet dirawat, cepet selesai. Padahal mungkin mahasiswa yang bersangkutan kliniknya cuma Senin Kamis misalnya. Mbulet belibet memang... Pada akhirnya, pasien tersebut beralih ke spesialis. Dan mahasiswa S-1 jadi kesulitan mendapatkan pasien...
Entah aturan kayak gini siapa yang buat... saya sih nggak minta dirombak total. Cukup direvisi saja. Biar menguntungkan 3 belah pihak. Instruktur, mahasiswa, pasien. Biar sama-sama enak gitu lho...

Ohya by the way, numpang berpendapat aja sih. Kalau pasien lebih memilih mahasiswa pendidikan dokter gigi spesialis untuk merawat giginya daripada mahasiswa pendidikan dokter gigi, bagi saya itu hak pasien... Tapi kalau pasien tersebut bilang gini : "Nggak mau ah saya dirawat mahasiswa (mahasiswa S-1 seperti saya dan teman-teman maksudnya -red). Nanti gigi saya malah rusak semua." Itu yang bikin saya bete. Dan sakit hati. Sebegitu buruknya kah citra mahasiswa FKG di masyarakat ?
Lagian mau mahasiswa S-1 kek, mau mahasiswa spesialis kan statusnya sama-sama masih belajar. Ya toh ?

Tuesday, September 18, 2007

jangan gampang percaya

It was turned out that... maloklusi yang saya derita adalah klas II skeletal. Jadi kayaknya usaha saya untuk mendapatkan treatment ortho, cukup sudah sampai di sini. Kecuali ya itu... bedah rahang, the only way to close my open-bite. Soalnya kemarin pembacaan Waters, panoramic, dan cephalo saya udah jadi. My sis-in-law-to-be said that it was too difficult doing ortho-treatment for sceletal malocclusion. Ok, so... that's final I think, haha...

By the way, kemarin pasien indikasi inlay yang saya dapat dari emergency nggak dateng. Padahal semalam sebelumnya udah saya telpon dan dia bilang ok-ok-ok... It seemed that she's run away. Haha.... Sebel ? Oh jelas... But at least saya dapet pelajaran baru : Jangan gampang percaya sama pasien-pasien emergency. Kok ya untungnya, dia sudah kabur duluan sebelum sempat saya diagnosa. Jadi itungannya, saya cuma rugi pulsa. Sisanya, pantas saya syukuri. Setidaknya bukan pas insersi dia melarikan diri. Hehehe... Thanks God.

Friday, September 14, 2007

kids oh kids...

Entah saya yang nggak telaten ngurus anak-anak atau anak-anak itu yang keterlaluan, yang pasti beberapa hari ini saya cukup dipusingkan oleh pasien ortho saya. Seminggu lalu, saya ngajak anak-anak dari SDN Klampis buat seleksi pasien. Dari 6 pasien, hanya 2 yang diterima. 1 jadi pasien saya, 1 jadi pasien sepupu saya. Kebetulan mereka ber-6 nggak terlalu ribet diurus, jadi walaupun saya sempat stres dengan keberisikan mereka di mobil dan kantin, saya masih ok-ok aja...

Nah, berhubung pasien pacar saya ditolak semua pas itu, saya pun melebarkan akses pencarian pasien ke daerah SDN Airlangga. Di daerah itu, saya dan pacar berhasil menjaring 6 calon pasien untuk diseleksi hari Selasa tanggal 11 kemarin...

And I've got shocked !!!
Ceritanya, saya bertugas menjemput 6 anak ini di rumah masing-masing sebelum jam 12 agar bisa dibawa pacar saya pas klinik ortho jam 12 nya.
Pasien I : Ayu. Cerewetnya luar biasa. Pas saya jemput, dia masih nyiapin buku. Nunggu sekitar 10 menit, kita pun jalan ke rumah pasien kedua.
Pasien II : Ima. Untung pas dijemput, dia sudah siap. Setelah pamitan sama ibunya, saya ajak 2 anak ini untuk jemput 4 temennya yang lain.
Ayu dan Ima bukan main cerewetnya. Sepanjang jalan mereka nggak berhenti mengoceh, dan yang bikin saya agak-agak shock...mereka bilang gini :
Entah-Ayu-entah-Ima (karena saya konsen nyetir) : "Kak Imel, ntar kita berenang ya ?"
Saya-yang-bete-luar-biasa-karena-jalanan-macet-sekali : "Mau renang di mana ? Di Brantas ?"
Ayu : "Jangan di Brantas, kak. Di Waterpark aja ! Tapi kak Imel yang bayarin."
OMG...
Ima : "Nanggung kak kalau di Waterpark. Sekalian aja ke WBL."
Saya (berlagak bego) : "Di mana itu ya ?"
Ima : "Wisata Bahari Lamongan. Di Lamongan, kak... Ayo kak... Ya kak ya ??? Bayarin ya kak ya..."
Busyet... saya aja belum pernah ke sana....
Saya : "Kakak nggak tahu jalannya."
Entah-Ayu-entah-Ima : "Ntar ajak ibu Ima aja. Ibu Ima pernah pergi ke sana."
Aduh, saya bener-bener speechless... Untung pas itu saya udah sampai ke rumah pasien berikutnya. Jadi omongan soal renang-berenang itu bisa dipending sebentar.

Pasien III : Luluk. Pas saya jemput, dia baru mau mandi. Huks... T.T
Dan ~well~ mereka bertiga mulai mengaduk-aduk isi mobil, membuat keributan, dan memanjati punggung saya.

3 pasien berikutnya, Vivin, Yiyin, dan Agung saya jemput di sekolah mereka yang gangnya sempit banget. Alhasil mobil saya parkir di luar gang. Untung 3 pasien kecil saya ini cukup waras untuk mendengarkan instruksi saya dibanding 3 pasien yang lain yang sibuk rebutan siapa yang duduk di samping saya, di depan.

Sampai kampus, mereka berlarian sambil menyeret-nyeret saya.
Dan merangkul-rangkul pinggang saya ~kecuali Agung dan Vivin, thanks God !~
Dan mulai rewel minta dibelikan minum.
Sama makanannya sekalian.
Dan dengan rewel minta diajak ke WBL. Kamis ini ~tapi berhasil saya bujuk kalau perginya kapan-kapan aja setelah Lebaran~

Lebih kacau lagi, ternyata pasien ortho yang akan saya rawat... datang bersama 3 temennya yang nakalnya ajubilah...

Pasien saya, Uti, memang saya perlukan datang hari itu untuk saya ajukan acc pasien ke dosen pembimbing saya. Tapi 3 temennya itu kan nggak ada kena-mengenanya sama klinik saya...
Saya : "Lho Uti, ngapain temen-temenmu pada ikutan ke sini ? Emang mau dikawat juga giginya ?"
Uti : "Enggak kak."

Saya : "Kalau gitu, ngapain ikut ?"
Uti : "Mereka maksa ikut kak."
Saya menunjuk salah satu teman Uti. Bocah cowok ini emang dari tampangnya keliatan bandel luar biasa.
Saya : "Kamu emangnya mau dikawat ?"
Si bocah : "Enggak kak."
Saya : "Kalau gitu ngapain ikut ?"
Si bocah : "Kata Uti, di sini dikasi makan gratis."
Saya : "Jadi kamu di sini nggak dikawat, cuma minta makan ?"
Si bocah : "Iya, aku beliin nasi goreng dong kak. Sama es campur ya."
Bocah lain : "Aku nasi goreng sama es doger."
Bocah satunya lagi : "Aku nasi goreng sama es milo."

Gila, saya sampai mau mati rasanya. Jadi dikiranya saya lagi bagi-bagi zakat gitu kali... Akhirnya memang saya beliin mereka nasi goreng satu per satu (plus teh botol. Tidak ada es doger-campur-milo segala macem). Terserah mereka mau makan atau enggak, yang pasti untuk kunjungan berikutnya, saya sudah omongin si Uti agar tidak mengajak teman-temannya.

Dan thanks God, saya nggak perlu nganterin mereka pulang. Sepupu saya berbaik hati nganterin rombongan dari SDN Klampis. Pacar saya berbaik hati nganterin rombongan dari SDN Airlangga.
Untung requirement pasien ortho semester ini cuma 1 pasien...

Monday, September 10, 2007

kritik dan saran yang ~semoga~ membangun

So these late weeks were very very tiring... Klinik konser, OM, ortho, perio, cari pasien, daftarin pasien, jemput pasien, anter pulang pasien, and my mom said that I'm looked skinnier... And I think she's right. Setelah ditimbang, berat badan saya susut dari 42 kg ke 40 kg. Well~well~well... saya memang agak stress belakangan ini. Libur klinik hampir 3 bulan, praktis bikin saya terkaget-kaget di klinik yang sekarang.

Sebenernya saya no problem dengan segala macam kerjaan klinik. Jujur saja, saya suka konservasi dan lumayan berminat di ortho, perio, dan OM. But I want to say something to my beloved campus : Please hargailah kebutuhan mahasiswa yang membutuhkan sarana prasarana yang menunjang klinik. Nggak etis kalau saya tulis di sini. Yang pasti, fakultas kedokteran gigi di Singapura sudah menerapkan sistem pengajaran yang menurut saya sangat keren karena nggak ada ~atau lebih tepatnya : belum ada~ di sini : memberikan 1 kubikel untuk 1 mahasiswa, meniadakan sistem pressing sehingga mahasiswa dan dosen bisa diskusi layaknya teman sejawat, menyuplai pasien untuk mahasiswa dengan mempromosikan klinik gigi dan mulut kampusnya sehingga masyarakat nggak ragu-ragu untuk berobat (dan diobati mahasiswa), dan menetapkan indikasi requirement dengan super jelas. Misalnya sekali lihat 1 pasien, baik dokter A, dokter B, dokter C, dkk pasti kompak dalam menentukan hanya SATU diagnosa. Bukan menurut dokter A, pasien ini indikasi klas II, trus menurut dokter B, pasien ini indikasi inlay yang pada akhirnya membingungkan mahasiswa. Ohya, mereka juga nggak menganut azas : bantai dulu mahasiswa sebelum dikasi gelar sarjana.

Ya memang bener kata Yessi pas kita antre absen klinik tadi (saking ribetnya tu sistem ngabsen, kita jadi sempat ngobrol-ngobrol). Di saat Raden Wijaya masih nebang pohon buat bangun kerajaan Majapahit, Plato dan Aristoteles sudah ngomongin soal ~apa tadi Yes ??~ pokoknya sudah menjurus ke ilmiah lah... Waktu saya ke Singapura, pas lewat imigrasi, antrean sangat amat lancar dan tertib. Tapi pas sampai Indonesia ? Holoh-holohhhh... Nah, dengan kata lain ???

...

silahkan dipikir sendiri d :p

Tapi biar gimanapun, saya tetap cinta Indonesia. Saya pengen suatu saat negara ini dihargai dunia bukan karena memiliki Bali, tapi karena ilmu kedokteran giginya yang nggak kalah sama negara-negara lain. Semoga impian saya lekas terkabul. S e m o g a...

Saturday, September 01, 2007

wish me luck

Without realizing, time really flies... Semester ini saya memutuskan ngambil skripsi. Dengan requirement klinik yang bikin speechless dan kuliah yang makin menggila, wish me luck then... Saya hanya pasang target lulus untuk klinik dan lancar untuk skripsi.
~tapi saya nggak nolak banget kalau ada yang mau jadi pasien saya, hehehe...~

I will do this job by heart, 'cause I love this job.

Ohya anyway... saya berniat jadi pasien ortho nih. At least protrusi dan open bite saya bisa terkoreksi. Walaupun katanya sulit, katanya lama, katanya mesti dioperasi, blahblahblah... I don't care. Cuma sekarang saya lagi nyari dokter yang nggak malpraktik, bertanggung jawab, dan bersedia menangani kasus saya sampai tuntas. Haha, kayaknya PPDGS yang berminat sih banyak. Tapi nyari yang responsible itu yang susah. Aslinya saya mau banget dirawat, tapi saya nggak mau dijadikan pasien-asal-memenuhi-requirement saja. Dan biasanya dari cara mereka ngomong sih ketahuan mana yang bener-bener niat ngerawat dan mana yang mau ngerawat cuma sekedar demi menuhin requirement. Semoga saja akhirnya saya nemuin yang sreg ~haha...kayak milih pacar aja d~

Obsesi terpendam saya : merasakan enaknya memotong daging burger dengan gigi anterior rahang atas dan rahang bawah, bukan dengan rahang atas dibantu lidah seperti sekarang... ~yang omong-omong...bikin TMJ saya jadi lelah sekali~

NB : Pantesan dulu saya mesti kalah lomba bawa kelereng pakai sendok. Bukan kelerengnya yang jatuh, tapi sendoknya yang jatuh gara-gara nggak kegigit. Aaaarggghh...